Kalau Anda belum tahu bagaimana kekuatan baris-baris pantun menyatukan dan menenangkan orang melawan kegentaran mereka, berikut kisah pendek yang saya dengar langsung dari penuturnya, Eliza Kissya, kepala kewang Negeri Haruku, Maluku. Menjelang pembukaan ritual buka Sasi Lompa pada 2019, gempa tiba-tiba mengguncang Pulau Haruku dan sekitarnya. Skalanya kecil. Orang-orang berlarian. Eliza Kissya, pemimpin ritual itu segera melemparkan selarik pantun: Negeri Haruku katong pung tanah Katong samua paling suka Biar katong dilanda bencana Sasi lompa tetap dibuka Mendengar pantun itu, orang-orang yang tadinya menghambur berkumpul lagi. Tifa ditabuh lagi. Lebih keras lagi. Sasi Lompa, tradisi tahunan orang-orang di Negeri Haruku di Maluku Tengah, dibuka. Warga segera memanen persediaan protein mereka. Pantun dan 'Harukulele' Om Eli di baju oblong seorang gadis kecil penumpang speedboat menuju Tulehu. (Foto: Anwar Jimpe Rachman) “Itu (pantun) tercipta begitu saja saat itu,” ujar
Sebagai anak berpendidikan rumahan sejak usia tujuh tahunan, Isobel perlu tantangan untuk melakukan yang belum dikerjakannya selama ini. Salah satu di antaranya adalah menulis di dunia maya. Ia pun resmi sejak tanggal 6 November mulai menulis di blognya: indosidenreng.blogspot.com . Sekarang pun dunia maya adalah kenyataan harian yang absolut, apalagi kelak bila Isobel tumbuh besar dan dewasa; tak terbayang bagaimana lagi gerangannya di masa depan. Kami pikir, dia harus mulai terbiasa dengan hal beginian, tapi dengan catatan bahwa kami anggap dia mulai siap untuk itu. Dan sekarang, waktunya pun tiba! Sebenarnya dia sudah menulis catatan harian sejak dapat hadiah buku catatan dari ibunya beberapa bulan lalu sebagai hadiah ulang tahun. Sejak itu pula, aktivitas pra-blog itu mulai dia lakukan. Sebelum-sebelumnya sih pernah, meski tidak intens dan cenderung pendek. “Saya belikan untuk membuat dia sibuk saja. Kadang saya merasa dia ‘mengganggu’ orang bekerja,” kata ibunya suatu mal