Tanggapan Sirtjo Koolhof tentang "Tiga Tanda Menguak ... "


Teman-teman Ininnawa yang baik.

Saya ingin menyumbangkan sedikit pada diskusi q k '. Pertama-tama kita harus membedakan bunyi fonem yang ada dalam bahasa Bugis, yaitu glottal stop pada akir suku kata, dan huruf yang melambangkan salah satu fonem. Pada dasarnya setiap lambang atau huruf bisa digunakan untuk salah satu fonem, asal dapat dibedakan dari fonem yang lain.

Lalu, mengapa dalam edisi La Galigo kami gunakan huruf q untuk melambangkan fonem glottal stop dalam transkripsi bahasa Bugis, dan bukan huruf k atau '? Ada alasan teoretis, dan ada yang praktis. Huruf 'k' tidak dipilih karena kalau ada tambahan dengan suffiks (akiran kata), kadang-kadang 'muncul' huruf 's', 'r', atau 'k'. Misalnya: baluq - balureng, balukeng; leppeq - leppesseng; lappaq - lappareng; dst. Karena itu, huruf k kurang cocok untuk melambangkan fonem glottal stop, karena selain 'k', ada juga 's' dan 'r' yang 'di bawah' fonem glottal stop itu. Sisa pilihan antara apostrof ' dan huruf 'q'. Tanda apostrof dalam tulisan bahasa Bugis dengan huruf Latin juga dipakai sebagai tanda petik. Berarti bisa memunculkan ambiguitas dan keanehan. Seperti: 'malebbi'', atau ambiguitas 'Taro a' ménré' ri sao kuta pareppa'é': di mana kutipan berakhir?

Selain menghindari ambiguitas dan keanehan dalam ejaan ada alasan praktis juga untuk memilih huruf 'q' sebagai lambang fonem glottal stop. Alasan itu berhubungan dengan zaman computer: dalam konvensi digital lambang apostrof tidak dihitung sebagai huruf, berarti tidak menjadi bagian dari kata. Misalnya nama Patoto'e dijadikan dua kata: Patoto dan e; sama halnya dengan kata pareppa'e dalam kutipan di atas.

Sisa satu huruf yang paling cocok untuk melambangkan fonem glottal stop dalam bahasa Bugis, yaitu huruf q: 1 dalam beberapa bahasa memang digunakan untuk melambangkan glottal stop; 2 karena tidak dipakai dalam bahasa Bugis yang ditulis dengan huruf Latin untuk fonem yang lain (tidak ada ambiguitas); 3 dapat melambangkan fonem 'di bawah' (s, r dan k); dan 4 secara praktis dalam file digital q diperlakukan sebagai huruf-huruf yang lain, berarti jadi bagian integral kata-kata.

Sekian sumbangan untuk diskusi di kalangan Ininnawa.

Seleng pole ri Leiden, Balanda,

Sirtjo Koolhof

Catatan: Tanggapan ini saya kutip dari weblog Penerbit Ininnawa.

Komentar

  1. sangat berguna,,tapi apakah Sirto lupa mendobol huruf (L) untuk menulis selleng (salam) Pole (dari) ri (dari) Leiden (nama kota di belanda),,karena kalo seleng (cuma satu huruf 'L'),,

    BalasHapus
  2. iye, saya kira dia cuma keliru menulis. ada teman saya yang ikut mendengar perbincangan kami mengatakan, "aksen bahasa indonesia sirtjo bahasa indonesia orang bugis."
    terima kasih, daus atas komentarnya :) salama'ki!

    BalasHapus
  3. Pa Sirtjo...sekedar utk mengingatkan dulu kita pernah ketemu waktu Pa Sirtjo tinggal di rumah Paman saya di Amparita Kab. Sidrap untuk penelitian ttg kebudayaan bugis...kebetulan ada yg saya mau tanyakan sm Pa Sirtjo.....

    Selleng dari Amparita Kab. Sidrap

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer