Pengantar Penerbit (untuk "Sang Jenderal" dan "Sang Penasihat")


Sejak De Laatste Generaal (harfiahnya ‘sang jenderal terakhir’, versi awalnya berjudul Bontorio terbit pada 1947) dan De Raadsman (sang penasihat) terbit pada 1958, belum ada novel lain karya penulis asing yang bercerita secara eksklusif tentang Sulawesi Selatan. Untungnya, tiga puluhan tahun kemudian, kedua karya Herman Jan Friedericy ini menemui pembaca berbahasa Indonesianya dengan judul Sang Penasihat (1990) dan Sang Jenderal (1991). 


Tapi itu rupanya tidak cukup. Sejak tahun-tahun terakhir dasawarsa 2000, harapan untuk menerbitkan ulang dua karya klasik Friedericy itu kami harus pancang akhirnya, tatkala beberapa peneliti dan pengkaji Sulawesi Selatan mencari keduanya pada kami. Sayangnya, arsip kedua buku itu di perpustakaan kami, bahkan, belum tersedia kala itu. 


Sang Jenderal dan Sang Penasihat adalah roman sejarah yang menjadi referensi penting bagi yang mempelajari kehidupan para penghuni jazirah selatan Pulau Sulawesi. Kedua novel ini mengilustrasikan kepada kita tentang keadaan masyarakat kawasan ini selama dekade-dekade terakhir pergantian dari abad ke-19 sampai paruh pertama abad-ke-20. Sang Jenderal menceritakan masyarakat Bugis pada 1870-an hingga ditaklukkan Belanda pada 1908, sedang Sang Penasihat menuturkan masyarakat Makassar pada dasawarsa 1920 hingga masa Kemerdekaan.


Catatan sejarah Sulawesi Selatan kurun waktu itu tentu saja ada. Bisa dikata cukup melimpah. Tapi dari segi karya sastra masihlah jarang. Mengapa naskah-naskah sastra juga penting bagi kita? Kami meyakini bahwa di wilayah sastralah cerita (story) lebih leluasa merinci segala sesuatu ketimbang tuturan sejarah (history). Yang dipinggirkan oleh catatan sejarah karena ‘menyimpang’; menjadi detail, penting, dan diberi tempat dalam sastra.


Namun, kembali lagi, buku terjemahan Bahasa Indonesia versi 1990-an itu memang sulit diperoleh. Masa penerbitannya pada awal dekade 1990 ketika distribusi dan penjualan buku di skena buku Indonesia masih dominan di Pulau Jawa. Sehingga, satu dua kali kami terpaksa memfotokopikan kawan yang teramat membutuhkan referensi ini untuk penelitian mereka. 


Meski belum ada studi spesifik tentang ini, berdasarkan interaksi kami sejak 2004, pembaca kajian Sulawesi Selatan tumbuh pesat. Dengan hadirnya kembali versi Indonesia karya Friedericy setelah tiga puluh tahun, sudah jelas keduanya akan menemui pula pembaca dan pengkaji dari generasi baru. Kesemarakan wacana tentang wilayah ini kian tumbuh. 


Ketika mulai meneguhkan tekad untuk menerbitkannya, kami sempat berbincang dengan Roger Tol, direktur KITLV-Jakarta sekisar tahun 2008-2009. Pada dasarnya pihak KITLV setuju saja. Sekarang, obrolan kami saat itu, tinggal menghubungi penerbit PT Pustaka Utama Grafiti, pihak yang merilis edisi Indonesia pada 1990 dan 1991.


Kami akui, itu sangat sulit. Rencana tersebut muncul pada rentang masa ketika mencari alamat (baik nomor telepon, email, dan sejenisnya) pun tak pernah mudah, apalagi berbeda geografis (antara Makassar dan Jakarta). Teori enam tingkat keterpisahan (six degrees of separation) Stanley Milgram, setiap individu di seluruh dunia ini bisa terhubung oleh enam orang, masih sangat terasa saat itu. Beberapa kawan kami di Jakarta nyatakan coba membantu mencari narahubungnya, tapi hasilnya masih nihil. Tahun-tahun itu juga, meski jaringan internet mulai berkembang, tapi sayangnya karena alasan kesopansantunan (segan menelepon menanyakan izin penerbitan namun belum pernah saling kenal) akhirnya rencana kami tunda—inginnya bertemu dan berbincang langsung. Sampai kemudian, berjarak sepuluhan tahun, antara Agustus-September 2020, Nirwan Arsuka, lewat jaringan perkawanannya, kemudian menghubungkan kami dengan narahubung penerbit sebelumnya untuk meminta izin sampai kami mendapat titk kejelasan terkait hak cipta (copyright). Hingga kemudian sampailah lembaran-lembaran kedua buku ini ke tangan Anda.


Untuk itu, kami berterima kasih sebesar-besarnya kepada KITLV-Jakarta atas izin dan kerja samanya dalam proyek menerbitkan ulang Sang Jenderal dan Sang Penasihat. Tentu juga, kami harus berterima kasih pada Nirwan Arsuka atas bantuan moderasinya. 


Kami berharap, terbitnya dua roman sejarah ini, pembaca kian mudah dan dekat untuk memperoleh literatur dan kajian Sulawesi Selatan, terutama bagi pembaca-pembaca kajian Sulawesi Selatan dari generasi baru. 

Semoga pula, harapan dan upaya kami untuk ‘menjembatani’ pembaca dengan teks-teks penting semacam ini bisa terjadi senantiasa.

 

Makassar, 24 Mei 2021

Komentar

Postingan Populer